Di tengah-tengah harga jasa macro influencer yang kian melonjak, kehadiran micro dan nano influencer seakan menjadi angin penyejuk. Wait up, sebelum kita membahas micro dan nano influencer lebih jauh, kita kenalan dulu yuk sama kedua term ini. Sebenarnya tidak ada aturan baku mengenai jumlah nano, micro dan macro influencer. Hal ini dilihat dari demografi setiap negara. Misalnya, patokan jumlah nano, micro dan macro di Amerika berbeda dengan di Indonesia. Menurut Chief Operations Officer Gushcloud Marketing Group, Oddie Randa, dalam sesi wawancaranya bersama Wolipop mengatakan bahwa Nano Influencer adalah mereka yang memiliki followers di bawah angka 20 ribu, sementara Micro Influencer memiliki jumlah followers di angka 20 sampai dengan 100 ribu, dan Macro Influencer yang jumlah followers-nya berada di atas 100 ribu.
Influencer atau sering kita sebut dengan KOL (re: Key Opinion Leader) merupakan bentuk marketing dengan teknik ‘word of mouth’ (pemasaran dari mulut ke mulut). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nielsen, word of mouth masih menjadi salah satu strategi marketing yang paling efektif. Semisal, omongan mana yang lebih kamu percaya: seseorang yang sudah kamu kenal atau iklan di TV atau media mainstream lainnya? Biasanya, orang akan cenderung menaruh kepercayaan pada seseorang yang sudah ia kenal. Konsep yang sama juga berlaku dan melekat pada sang Influencer. Ia punya daya yang bisa mempengaruhi orang lain untuk mengambil keputusan (dalam hal ini, konteksnya adalah untuk melakukan purchase terhadap suatu produk). Kekaguman kepada si Influencer, ataupun kharisma yang dimiliki oleh Influencer yang bersangkutan telah membentuk suatu ikatan kepercayaan, sehingga mampu menarik minat kita untuk mencari tahu tentang produk yang dipasarkan si Influencer.
Hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik. Brand owner melihat fenomena ini sebagai sesuatu yang menguntungkan. Alih-alih menggunakan iklan di media, menggunakan jasa Influencer dianggap lebih murah dan mendatangkan audience bahkan follower baru di media sosial. Tak ayal, bisnis Influencer ini semakin menjadi-jadi. Bahkan, tak sedikit Influencer yang mematok harga tinggi hanya untuk di-endorse dan melakukan review terhadap suatu produk brand tertentu. Padahal, si Influencer ini juga tidak mempengaruhi peningkatan sales. Entah karena brand owner salah menentukan Influencer karena tidak sesuai dengan segmentasi pasar yang dimilikinya, atau karena Influencer tersebut terlalu banyak menerima endorse dari produk-produk sejenis, sehingga audience bingung untuk menentukan mana review yang asli dan mana yang iklan.
Dunia marketing begitu dinamis. Ketika Macro Influencer dianggap terlalu mahal dan tidak mendatangkan peningkatan sales, kini para brand owner pun melirik Micro dan Nano Influencer sebagai alternatif baru. Sebenarnya, apa aja sih yang membedakan Micro dan Influencer dengan Macro Influencer? Lalu, kenapa kamu harus melirik mereka sebagai tools untuk memasarkan produk kamu? Mari simak poin-poin berikut.
– Mereka menjalin engagement secara real. Ketika seseorang ingin menjadi public figure, ia pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk membangun engagement atau hubungan yang baik dengan para followers-nya. Engagement tersebut biasanya dilihat dari seberapa seringnya Influencer berinteraksi dengan follower. Tidak hanya melalui likes dan comment, Influencer yang bersangkutan pun sering menggunakan fitur ‘ask question’, ‘voting’ ataupun membalas DM dari penggemar sebagai salah satu cara untuk menguatkan interaksi. Dari relationship yang terjalin ini, maka timbulah image bahwa Influencer ini merupakan orang yang ramah, dan follower tidak perlu merasa segan untuk lebih dekat. Dari sinilah si Influencer mendapatkan suatu trust atau bentuk kepercayaan dari follower, sehingga apabila bentuk komunikasi ini terus terjalin, bukannya tidak mungkin lama-kelamaan Influencer ini akan memiliki daya untuk mempengaruhi keputusan follower-nya.
– Biasanya mereka punya personal branding di satu bidang. Dalam marketing, segmentasi pasar adalah suatu hal yang krusial. Dibanding para selebgram yang memiliki ratusan ribu bahkan jutaan followers, Nano dan Micro Influencer ini biasanya memiliki spesialisasinya tersendiri. Yang sedang menjadi tren dan banyak kita temui adalah Influencer di bidang kuliner. Kami menyebut mereka sebagai foodies. Nah, jika kamu sebagai brand owner yang menjual makanan sebagai komoditas, maka mana yang akan kamu pilih, Macro Influencer yang me-review berbagai jenis produk mulai dari kecantikan hingga kuliner, atau foodies yang memang tiap hari bergelut dengan produk-produk makanan? Tentu foodies tadi lah jawabannya. Foodies yang bersangkutan memiliki segmentasi audience yang jelas, yaitu pecinta kuliner. Dengan ini, kamu nggak perlu repot-repot menyortir target audience lagi, karena followers pasti mem-follow foodies tersebut untuk melihat konten yang berkaitan dengan produk kuliner.
– Karena Macro Influencer nggak selalu efektif. Ketika Macro Influencer sudah terlalu sering meng-endorse banyak produk, padahal produk-produk tersebut adalah kompetitor di bidangnya, maka hal ini akan menjadi boomerang pada Macro Influencer itu sendiri. Sejatinya, macro Influencer yang cerdas adalah ia yang mampu memilih mana produk yang akan di-endorse dan mana yang tidak. Akan lebih baik lagi jika ia jujur dalam memberikan review, sehingga follower bakal semakin percaya dengan Macro Influencer tadi. Micro dan Nano Influencer yang tepat biasanya hanya akan stick pada satu produk. Jadi, follower dari Influencer jenis ini nggak akan merasa bingung karena banyaknya produk yang dipasarkan. Saran kami, jika menemukan Micro dan Nano Influencer yang seperti ini, ajaklah kerjasama untuk waktu yang panjang. Kepercayaan antara brand dan Influencer itu penting sekali untuk memikat audience dan calon customer. Tapi, jangan lupa untuk juga meningkatkan kualitas produk kamu, yah!
—
Meski kelihatannya menguntungkan, memilah Micro dan Nano Influencer juga nggak bisa sembarangan. Apalagi fenomena beli likes dan followers masih marak terjadi di Indonesia, brand owner mesti sangat jeli menentukan mana Micro dan Nano Influencer yang tepat untuk diajak kerjasama. Dalam hal ini, kamu bisa perhatikan poin-poin berikut ini:
- Perhatikan persona yang dimiliki Micro dan Nano Influencer, seberapa jauh mereka dekat dengan audience dan seberapa berpengaruhnya ia bagi para follower-nya;
– Cari Micro dan Nano Influencer yang selektif dan tidak asal endorse. Poin yang satunya ini memang sulit. Tetapi Micro dan Nano Influencer yang membatasi dirinya untuk me-review lebih sedikit produk, biasanya punya value yang lebih tinggi. Ia hanya menggunakan dan berani memasarkan produk yang dinilainya memang bagus dan layak untuk diketahui khalayak banyak;
– Berikan brief yang jelas. Kriteria brief yang jelas adalah brief yang memuat tentang ide kreatif dari campaign yang dijalankan, dan rincian apa saja yang harus termuat dalam konten yang dihasilkan si Influencer;
– Tentukan objektif pemasaran, apakah kamu ingin meng-hire Micro dan Nano Influencer sebagai brand ambassador atau sekadar membantu meningkatkan awareness. Karena jika ingin menjadikannya sebagai brand ambassador, maka kamu harus pastikan bahwa Micro dan Nano Influencer tersebut tidak sedang menjalin kerjasama dengan brand sejenis;
– Selalu ingat bahwa menggunakan jasa influencer hanyalah merupakan salah satu cara agar produkmu dikenal secara luas. Jadi, jangan langsung berekspektasi bahwa jumlah sales akan meningkat pesat yah. Hal ini didasari dengan adanya riset yang dilakukan oleh SociaBuzz. Menurut hasil survei yang dikeluarkan SociaBuzz soal penggunaan influencer untuk kegiatan pemasaran, sebanyak 98,8% digunakan untuk meningkatkan awareness, sebanyak 62,7% untuk mengedukasi target konsumen, 50,6% untuk penjualan, dan sisanya sebesar 39,8% untuk meningkatkan jumlah follower. Dalam survei itu pula, SociaBuzz menuturkan bahwa pemanfaatan influencer yang sifatnya cenderung viral dianggap mampu mengubah cara pandang konsumen saat melihat tampilan produk.
Selain catatan untuk brand owner, kami juga punya catatan untuk kamu yang sedang menjajaki karir sebagai Micro dan Nano Influencer. Here you go!
– Be real and authentic. Tunjukkan apa yang kamu suka, dengan begitu kamu akan meraih audience yang juga sejalan denganmu;
– Selektif dalam mencari endorse. Jika pun kamu belum bisa pilih-pilih, kamu bisa berikan review secara jujur dan sering posting konten. Jadi, kamu bisa menjaring audience sebanyak-banyaknya dan mendapat kepercayaan publik;
- – Konsisten dengan personal branding yang ingin kamu sajikan di feeds. Jika kamu nyaman dengan konten review kuliner, maka jadikanlah akun media sosialmu sebagai rumah untuk selalu menyajikan konten bertema kuliner;
- Pahami bahwa untuk menjadi Macro Influencer, kamu juga harus tunjukkan apa yang membuatmu spesial. Misalnya, apakah kamu hanya berfokus pada review jenis makanan tertentu, atau spesialisasi kontenmu adalah me-review sneakers ketimbang jenis sepatu lainnya;
– Karena sekarang audience sudah makin pintar menilai mana konten yang mengandung iklan dan mana yang tidak. Jadi, jika kamu mau membangun kepercayaan dengan followers, maka kamu juga mesti membuat konten yang bisa dipercaya oleh audience.
Artikel diolah dari berbagai sumber:
https://medium.com/swlh/nano-influencers-who-they-are-and-why-they-matter-c4278cc95d8f
https://www.nytimes.com/2018/11/11/business/media/nanoinfluencers-instagram-influencers.html
https://dailysocial.id/post/melakukan-kegiatan-pemasaran-memanfaatkan-influencer