Pertarungan Ide: Manusia vs AI

Perkembangan teknologi terutama di bidang digital berkembang begitu pesat. Terhitung sejak pertama kali internet digunakan secara massal di tahun 1990-an. Dalam kurun waktu dua dekade, kemahsyuran perkembangan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia dan ekonomi.

Dewasa ini, perusahaan teknologi dan digital kelas dunia tengah mengembangkan Artificial Inteligence (AI) atau kecerdasan buatan. Menurut John Mccarthy, seorang profesor dan ahli komputer asal Stanford University, AI adalah teknologi yang dapat mempelajari data secara cepat dan signifikan. Konsepnya sama seperti cara kerja komputer, namun AI mempunyai kelebihan utama, yaitu tak mengenal lelah dan tak mempunya batas untuk mempelajari data penggunanya. Ada beberapa keunggulan AI, sehingga teknologinya melampaui kecerdasan teknologi komputer biasa.

  • AI memiliki kemampuan untuk melakukan repetitive learning dan belajar dari data pengguna. AI sama halnya seperti anak kecil yang baru belajar, otak AI mencerna kebiasaan-kebiasaan yang sering kita lakukan di Internet, lalu kebiasaan tadi diolah menjadi data, sehingga AI dapat membuat konstelasi berdasarkan apa yang kita suka dan tidak
  • Tahu kenapa SIRI atau Google Assistant bisa begitu pintar menjawab pertanyaan atau memprediksi aktivitas kita ketika menggunakan gadget? Pada dasarnya, dalam sebuah teknologi AI, terdapat komponen kecerdasan yang cara kerjanya sama dengan proses repetitive dan deep learning tadi. Lewat algoritmanya yang rumit, AI berusaha menyetarakan dirinya sama seperti otak manusia.
  • AI dan akurasinya yang presisi. Tidak sama seperti komputer kebanyakan yang memiliki keterbatasan memori dalam menyimpan dan mengolah data, AI justru akan makin akurat ketika kita menyumbang banyak data ke dalam otaknya. Dari langkah-langkah kecil seperti menelurusi kata kunci di Google, menonton video di YouTube atau menelusuri produk-produk di internet, AI mampu menyerap dan mengolah informasi tadi menjadi keywords, video atau produk rekomendasi di laman internet atau media sosialmu.

Disrupsi AI di Ranah Industri Kreatif

Kehadiran AI yang dianggap dapat diandalkan di berbagai industri seperti manufaktur, perbankan, sampai dengan industri kuliner nyatanya menimbulkan ketakutan banyak pihak, utamanya golongan pekerja. Pasalnya, tak sedikit pekerja yang harus rela dirumahkan karena kehadiran AI dianggap mampu menggantikan sumber daya manusia yang mahal dan terbatas dalam hal tenaga.

Meskipun AI terdengar sepele dan perannya sama seperti komputer pada umumnya, namun disrupsi AI jelas terasa untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dilansir dari Hubspot, menurut publikasi terbitan Universitas Oxford yang bertajuk “The Future of Employment: How susceptible are jobs to computerization?”, paling tidak ada posisi atau jabatan yang bisa digantikan oleh keberadaan AI, seperti misalnya Telemarketing, Penjaga perpustakaan, Resepsionis, Kurir, Editor dan Korektor di bidang penulisan, Spesialis Mesin Komputer, Sales, Analis Pasar.

Lantas, bagaimana dengan para pekerja di industri kreatif? Terdengar mustahil memang. Idustri kreatif dikenal sebagai industri yang tidak hanya melibatkan riset serta akrab dengan dunia digital, namun dunia kreatif khususnya industry periklanan dan media sosial juga melibatkan empati dan sisi humanis manusia. Seorang content writer misalnya, ia harus membuat tulisan yang eganging sehingga para pembaca dapat bersimpati dengan cerita yang ditulis. Atau, seorang desainer grafis dan video editor misalnya, keduanya meski cermat dalam menyunting gambar dan video, sehingga apa yang ditampilkan bisa menarik konsumen untuk membeli produk. Desain poster atau video tidak melulu berbicara tentang visual yang menarik, namun di dalamnya juga harus tertuang storytelling yang kuat. Dan hal tersebut tidak bisa dihasilkan dari kecerdasan buatan.

Entah kami harus menyebutkan sebagai teknologi yang melampaui ekspektasi atau apa. Namun nyatanya disrupsi AI juga menyasar industri kreatif. Sejak tahun 2017, Isobar-sebuah agensi digital multinasional asal Jepang-memperkenalkan AI Creative Director pertamanya. Menurut Global CEO Isobar, Jean Lin, kehadiran AI dalam departemen kreatif diperlukan agar proses kreatif dapat memenuhi kebutuhan konsumen secara real time, serta relevan dengan tren yang sedang populer.

https://www.youtube.com/watch?v=MgiCxAq4FnE

Tren untuk mengganti peran manusia dengan teknologi AI juga terjadi di perusahaan e-commerce seperti Alibaba dan firma perbankan investasi kenamaan asal Amerika, JPMorgan Chase & Co. Alibaba menggunakan copywriter AI untuk mengerjakan pekerjaan penulisan dan deskripsi produk, AI Copywriter milik Alibaba juga dapat di-preset, sehingga tone tulisan dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Sama halnya seperti Alibaba, JPMorgan Chase & Co juga ‘mempekerjakan’ AI Copywriter untuk menulis marketing copy (tulisan untuk strategi marketing). Menurut JPMorgan Chase & Co, headline yang ditulis oleh AI Copywriter tak kalah dengan kemampuan penulis naskah manusia, bahkan headline copy (judul tulisan) yang dibuat AI Copywriter dianggap berhasil mendapatkan click-rates lebih tinggi daripada biasanya.

Disrupsi AI juga tak berhenti menyasar para pelaku kreatif di perusahaan dan agensi, belakangan kita semakin banyak diperkenalkan dengan model busana dan animasi yang terlihat begitu nyata berkat bantuan teknologi AI. Perusahaan asal Tiongkok misalnya, lewat aplikasi bernama Zao. Teknologi yang diberi nama deepfake ini memungkinkan penggunanya ‘menukar’ wajahnya dengan wajah artis idola masing-masing. Produk yang dihasilkan tidak hanya berupa foto, namun juga berbentuk video. Hal ini membuktikan bahwa disrupsi AI sama sekali tidak bisa dianggap enteng.

Apakah AI Akan Menggantikan Kreativitas Manusia

Melansir dari BBC.com, pakar ekonomi dari Universitas Oxford berpendapat bahwa disrupsi AI paling banyak menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang tak terlalu membutuhkan skill khusus (lower-skilled job). Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang membutuhkan sisi humanis, kreativitas dan intelejensi sosial, tidak akan terlalu terkena dampak disrupsi AI.

Menurut Adobe Report berjudul “Technology and Creativity Go Hand in Hand: Study”, kehadiran AI dapat membantu proses kreativitas, namun tetap saja tidak bisa menggantikan kreativitas yang dihasilkan oleh manusia. Dalam berita yang sama, CEO Pfeiffer Consulting, Andreas Pfeiffer mengatakan bahwa kreativitas bukan hanya berbicara tentang karya apa yang kamu hasilkan, tapi juga ada alasan mengapa kamu menciptakannya.

Hal senada juga disuarakan oleh Vitaly Pecherskiy dalam reportasenya untuk majalah Forbes. Menurutnya, kehadiran AI dalam industry kreatif dapat sangat membantu untuk pekerjaan yang sifatnya monoton dan dapat dikerjakan melalui otomatisasi komputer. Sedangkan, AI tidak bisa menggantikan manusia dalam pengambilan keputusan yang mengandalkan empati dan sisi humanis. Ia pun mengungkapkan, “In advertising, a creative industry that relies heavily on emotional appeals, this type of human judgment cannot be replaced.”

Sumber:

https://blog.hubspot.com/marketing/jobs-artificial-intelligence-will-replace

https://www.scmp.com/tech/china-tech/article/2153698/alibabas-ai-copywriter-can-produce-20000-lines-copy-second-passes

https://qz.com/work/1682579/jpmorgan-chase-chooses-ai-copywriter-persado-to-write-ads/

https://www.bbc.com/news/business-48760799

https://www.forbes.com/sites/forbescommunicationscouncil/2017/10/11/will-ai-replace-creative-jobs/#362076a996a2

Dini Octavia A.

Dini Octavia A.

Leave a Replay

About Us

We are Inhands Agency, a fast-growing digital agency based in Jakarta. We called ourself as a brands’ advocate. We help brands go digital and create a meaningful digital experience journey to clients.

Recent Posts

Youtube

Instagram

Tik Tok

Hubungi via WA
Halo, ada yang bisa kami bantu? 😁😁
~ CS Inhands Agency